Guruku... Alangkah besar pengabdianmu. Tanpa tanda jasa kau tetap setia mendidikku. Agar aku berguna bagi nusa dan bangsa.

Senin, 19 April 2010

STRATEGI PENGELOLAAN SEKOLAH (Sebuah Pandangan)

Keberhasilan pengelolaan sekolah dapat ditandai dengan pengambilan keputusan bersama. Misalnya, adanya pembagian tanggung jawab antara para pemegang kebijakan, kepala sekolah dapat memberi perhatian pada hal yang berkaitan dengan peningkatan sekolah. Faktor lain yang harus terlibat dari pembagian tanggung jawab dalam pengambilan keputusan adalah memprofesionalkan staff.
Untuk pengelolaan sekolah yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :
1. Komunikasi terbuka
Kadang-kadang dalam sekolah tidak terjadi komunikasi yang baik pada hal itu tidak boleh terjadi. Karena akan menyebabkan ketidakharmonisan. Adanya komunikasi yang terbuka, para pemegang kebijakan dalam mengambil keputusan akan merasa lebih positif mengenai sekolah. Jika hal itu terbentuk akan menciptakan pondasi yang kuat untuk pengembangan sekolah melalui peran serta masyarakat sekolah.
2. Keputusan diambil bersama
Ada problema yang sering terjadi di sekolah, yaitu pengambilan keputusan tidak dilakukan bersama. Keputusan ditetapkan beberapa orang pada hal kebijakan yang diputuskan menyangkut semua elemen. Jika hal itu terjadi lama-kelamaan membawa dampak negatif. Karena pasti ada pihak merasa tidak terpakai sehingga terjadi pertentangan individu. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan harus dilakukan secara bersama.
3. Kebutuhan guru diperhatikan
Guru mempunyai kebebasan untuk bertukar pikiran, termasuk pandangan yang bertentangan dengan kepala sekolah. Kepala sekolah harus melibatkan para guru sehingga mereka merasa dianggap mitra dalam pengembangan sekolah. Sehingga timbul rasa turut memiliki dan meningkatkan peran. Apalagi dalam proses kerja terjadi komunikasi yang terbuka dan memperlakukan guru secara professional.
Selain kesejahteraannya guru juga perlu meningkatkan kualifikasi pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pemerintah harus bisa menjadi motivator dan fasilitator untuk mendorong para guru melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.

4. Kebutuhan siswa diperhatikan
Kemauan kepala sekolah untuk mendengarkan para siswa dapat memberikan dorongan kepada mereka. Langkah yang bisa dilakukan melalui rapat “OSIS” sehingga siswa dapat mengutarakan pendapatnya dan mengusulkan saran.
Sekolah yang memperhatikan kebutuhan siswa akan lebih diterima baik siswa, orang tua, juga masyarakat. Kebutuhan bisa dalam bentuk peningkatan pembelajaran, memberikan belajar tambahan menghadap UNAS. Selain itu penambahan kegiatan ektrakurikuler yang positif.
Pihak sekolah juga perlu memfasilitasi program latihan keterampilan yang cocok untuk mempersiapkan siswa ke dunia kerja mandiri. Hal lain yang perlu dilakukan membuat sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi para siswa sehingga para siswa merasa betah berada di sekolah.
5. Adanya keterpaduan antara sekolah dan masyarakat
Sekolah merupakan tempat siswa belajar, maka sekolah mempunyai peran penting dalam masyarakat, jadi seorang kepala sekolah harus melibatkan tokoh masyarakat. Bisa dilakukan dengan cara mengundang tokoh masyarakat pada rapat sekolah saat membicarakan masalah yang berkaitan dengan masyarakat.
Melalui interaksi baik formal maupun informal, anggota masyarakat akan menganggap sekolah merupakan bagian penting bagi pengembangan kehidupan masyarakat. Adanya partisipasi masyarakat dapat memberikan informasi bahkan sumbangan material bisa saja mengalir. Hal itu akan membentuk kerja sama kemitraan demi pengembangan sekolah.
Ada satu pendapat yang dikemukakan berdasarkan hasil penelitian bahwa motivasi orang tua siswa sangat tinggi ketika mereka diberi tanggung jawab dalam pengambilan keputusan. Beberapa sekolah mencatat ada kenaikan sumbangan orang tua siswa walaupun mengalami masa krisis ekonomi di tahun 1997-1998 (www.ssep.net/changei.html).
6. Guru sebagai model
Pada zaman modern masih ada guru mengajar dengan paradigma lama, siswa dianggap botol kosong yang harus diisi, hal itu sudah ketinggalan zaman. Zaman modern ini seorang guru harus berpikir modern tidak lagi menganggap siswanya botol. Proses belajar mengajar sekarang guru harus bisa menciptakan suatu suasana belajar yang menarik.
Guru juga dituntut untuk bisa menjadi model dalam pembelajaran. Kalau guru tidak bisa menjadi model dalam pembelajaran, hal itu merupakan salah satu faktor penyebab siswa kurang perhatian terhadap materi yang disampaikan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Neulis Rahmawati Barlian (2004) menyatakan dalam menyajikan materi, guru belum mampu menjadi model dalam pembelajaran itu. Oleh sebab itu yang diharapkan dalam menyampaikan materi guru harus bisa menjadi model yang materinya berdasarkan pengalamannya, bukan hanya berdasarkan teori dalam buku.
Pembelajaran yang berpusat pada siswa pada prinsipnya adalah pembelajaran yang bersifat keterampilan sehingga dapat langsung diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari siswa hal ini sesuai dengan konsep dasar life skill (kecakapan hidup) yang menyangkut kecakapan mengenal diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan kerja. Sehingga pada saat pembelajaran guru tidak hanya menyuruh siswa membaca atau menulis, sedangkan gurunya sendiri tidak pernah melakukannya.
Hal yang dikemukakan di atas hanya sebuah harapan yang diharapkan bisa terwujud.

Kualitas Mengajar Pada Universitas Terkemuka dan Terpercaya Suatu Kerangka Kerja yang Konseptual Untuk Tindakan dan Perkembangan

Institusi-institusi terkemuka di dunia saat ini menyadari betapa pentingnya membangun pusat mengajar yang terbaik dan terpercaya dengan tujuan ‘mengantarkan’ pengajaran dan pembelajaran yang terbaik dari suatu institusi. Dunia saat ini melihat kualitas mengajar sebagai suatu hal yang penting dan patut untuk dibahas lebih dalam lagi. Pada tingkat pendidikan di Indonesia, baru-baru ini kita mengetahui bahwa mengajar merupakan suatu profesi yang sekarang dimasukkan ke dalam agenda politik, dan cara mengajar yang baik telah dianggap oleh banyak para tokoh politik sebagai suatu keuntungan nasional di dalam pengetahuan ekonomi global. Banyak masyarakat menyadari bahwa saat ini mengajar merupakan sebuah subjek yang perlu diteliti.

Budaya mengajar dapat beragam dari satu orang ke orang lainnya, dari jurusan ke jurusan lainnya, dan institusi ke institusi lainnya. Kualitas mengajar, dalam hal ini, merupakan suatu kosnep yang sedang dibahas saat ini dan yang kita perlukan untuk mengembangkan dan menginformasikan kepada masyarakat tentang perspektif dari praktek mengajar yang berasal dari seseorang atau dari institusi. Dengan kata lain, hal ini merupakan suatu subjek yang memrlukan penelitian secara mendalam. Hal ini juga memberikan suatu pandangan bahwa untuk membuat suatu kegiatan mengajar menjadi sesuatu yang berharga dan menjadi konsep yang memiliki arti untuk para dosen dan para mahasiswa pada perguruan tinggi, maka seharusnya diadakan diskusi tentang pengertian dari mengajar dan ‘apa yang terjadi’ di dalam praktek mengajar.

• Pada tingkat institusi, UPI telah menyatakan visinya sebagai universitas terkemuka dan terpercaya melalui misi-misi berikut ini:

• Mempersiapkan calon-calon pendidik dan calon-calon profesional lainnya untuk mengahadapi kompetisi global.

• Untuk mengembangkan teori-teori inovasi di dalam jalur pendidikan dan jalur non-pendidikan sebagai dasar unutk mengembangkan peraturan pendidikan nasional.

• Unutk memenuhi pelayanan masyarakat secara profesional sebagai usaha untuk menyelesaikan masalah-masalah nasional di dalam dunia pendidikan, politik, ekonomi, dan budaya.

• Untuk mengembangkan program-program pendidikan internasional melalui jaringan kerja dan kerjasama pada tingkat nasional, regional, dan internasional.

• Untuk memenuhi misi-misi di atas, UPI membutuhkan usaha yang nyata dan komitmen dari pihak-pihak kampus: fakultas, staf-staf akademik, para pengajar dan asisten-asisten pengajar, serta para mahasiswa. Beberapa komitmen telah diwujudkan di dalam aktifitas sehari-hari, termasuk di dalam mengajar.


Mengajar pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi di dalam konteks BHMN
Munculnya tujuh universitas yang memiliki status BHMN (UI, ITB, IPB, UGM, USU, UPI, UNAIR) merupakan simbol perubahan bentuk pendidikan di Indonesia. Seluruh universitas-universitas negeri harus tetap konsisten dengan peraturan dari Direktorat Pendidikan Tinggi. Pengenalan kebudayaan di dalam tujuh universitas telah menciptakan bebrapa tingkatan karena universitas-universitas ini secara umum dijalankan seperti perusahaan-perusahaan yang diberi dana oleh masyarakat. Kelihatnnya perubahan yang ada pada universitas-universitas tersebut merupakan suatu alat ukur yang mengejutkan yang dilakukan oleh pemerintah pusat sebagai universitas-universitas negeri yang menerima dana yang belum cukup memadai dari pemerintah, untuk menjadi sektor-sektor usaha industri dan perdagangan, karena terlalu bergantung pada dana yang diberikan oleh pemerintah.

Universitas-universitas yang telah maju harus bersiap-siap untuk menghadapi kompetisi global. Kompetisi ini adalah kunci utama di dalam pasar ekonomi yang membutuhkan sesuatu hal yang efisien dan tepat. Dalam menanggapi hal ini, universitas-universitas harus memasarkan diri mereka secara agresif dan bersaing untuk menarik minat para pelajar. Pada pendidikan di tingkat nasional, kompetisi terjadi diantara universitas-universitas negeri dan diantara universitas-universitas negeri dengan universitas-universitas swasta. Kualitas mengajar merupakan salah satu cara yang digunakan oleh banyak universitas untuk berkompetisi dan mendapatkan posisi yang bagus di dalam masyarakat. Kualitas mengajar yang dimaksud disini adalah meminta para pengajar (dosen-dosen) untuk meningkatkan kemampuan kemampuan mereka di dalam mengajar berdasarkan standar mutu pendidikan yang telah diatur oeh pemerintah. Para pengajar (dodsen-dosen) ini harus menunda penilaian-penilaian mereka sendiri tentang mengajar, mengkuti peraturan-peraturan dari pemerintah, dan menerapkan cara-cara yang tepat di dalam mengajar. Dengan kata lain, konsep dari kualitas mengajar merupakan suatu penggerak pasar di dalam dunia pendidikan, dan juga merupakan suatu subjek yang ada di masyarakat.

Kualitas mengajar sebagai suatu hal yang berharga dan sebagai suatu konsep yang memiliki arti
Para dosen dari universitas di Indonesia harus mencoba untuk menjadi para dosen yang berkualitas di dalam sebuah proses melalui refleksi diri dan pengembangan secara terus-menerus. Hubungan yang rendah diantara mengajar dan penelitian pengajaran berdasarkan penelitian di perguruan tinggi selama bertahun-tahun, dengan nilai yang berharga dan promosi yang lebih dihubungkan pada penelitian pengajaran dibandingkan dengan mengajar itu sendiri. Banyak masyarakat yang mempertanyakan betapa pentingnya pedagogi bagi para dosen di Universitas. Mengajar dianggap sebagai profesi yang kurang berharga dan selalu menjadi minat kedua diantara para pelajar. Penetapan undang-undang tentang guru dan dosen di Indonesia pada tahun 2006, bagaimanapun juga, telah membuat profesi mengajar menjadi berharga. Tidak ada keraguan bahwa undang-undang yang dibuat tersebut dapat meningkatkan status mengajar, meyakinkan banyak masyarakat untuk mulai berpikir dan mencari peluang untuk mengajar, ketika mereka memikirkan isi dari undang-undang tersebut, mencari keuntungan dari undang-undang tersebut, dan mengevaluasi undang-undang tersebut.

Mengajar dan belajar secara umum merupakan interaksi yang terjadi antar manusia. Pentingnya kualitas manusia di dalam mrngajar dan belajar juga merupakan hal yang perlu diperhatikan yang dapat diubah menjadi suatu prosedur-prosedur, peraturan-peraturan dan strategi-strategi untuk diterapkan. Penekanan pada teknologi, ekonomi, efisiensi dan keefektifan juga secara langsung dapat menarik perhatian terhadap penentuan struktural pada kualitas mengajar, suimber-sumber materi yang cukup dikenal, rasio perbandingan antara dosen – mahasiswa dan waktu bagi para dosen untuk berpikir dan merefleksikan diri mereka terhadap pekerjaan-pekerjaan mereka. Berdasarkan pandangan kita, para dosen harus berlatih secara profesional tidak hanya pada saat mereka menjelaskan materi pelajaran dan juga pada proses mengajar, tapi juga di dalam memberikan nilai-nilai dan alasan-alasan di dalam mengajar. Hal ini mrnjadi sesuatu yang penting bagi para calon pendidik ─ paling sedikit di UPI ─ hrus memikirkan ukuran tertentu dari kerangka-kerangka kerja untuk mengajar. Berdasarkan pandangan intelektual di dalam penelitian, hal tersebut belumlah cukup untuk mengajar dengan baik. Ada juga fakta yang menjelaskan bahwa pendukung “kegiatan mengajar” pada sebuah institusi dapat selangkah lebih maju di berbagai negara, berdasarkan asumsi yang bealasan ini, bahwa pendukung terbaik bagi mahasiswa kadang-kadang berasal dari orang-orang yang kurang memiliki pengalaman. Hal ini mengingatkan kita pada para guru di sekolah yang sebaguan besar dari mereka kurang berpengalaman.

Kualitas Mengajar dan Proses Pembelajaran
Di Indonesia saat ini ada sekitar 2600 institusi perguruan tinggi sekitar 100 diantaranya adalah institusi perguruan tinggi negeri dengan 13.894 jurusan-jurusan yang memiliki lulusan sejumlah sekitar 500.000 orang setiap tahunnya. Di berbagai negara, termasuk Indonesia yang bergerak “luas” menuju sistem pendidikan yang lebih tinggi tanpa diimbangi dengan bantuan dana yang mencukupi, timbulnya ketakutan-ketakutan akan penolakan terhadap kualitas mengajar. Keadaan-keadaan menjelaskan suatu pandangan terhadap kualitas mengajar yang dihubungkan dengan universitas pada zaman dulu, yang dipenuhi dengan mahasiswa-mahasiswa yang berbakat dan para profesor-profesor yang berpengalaman. Ketika sebuah ide yang berhubungan dengan kualitas mengajar dicetuskan, maka hal ini mrmungkinkan bahwa jarak dari bentuk-bentuk dan definisi-definisi terhadap kualitas mengajar dapat timbul, tergantung dari institusi-institusi yang berbeda.

Banyaknya karya kontemporer yang dipakai di dalam praktik pedagogi pada perguruan tinggi telah mampu menggerakkan pendidikan selangkah lebih maju, dan menekankan pentingnya pembelajaran bagi mahasiswa, mampu menjelaskan bahwa mengajar memiliki kualitas yang sama baiknya dengan pembelajaran yang diterapkan. Berdasarkan hal ini,tindakan mengajar bukanlah suatu akhir; tetapi mengajar memiliki tujuan akhir untuk mendukung pembelajaran yang dilakukan oleh para pelajar. Fokus dari pembelajaran pada pedagogi saat ini, juga mengatur guru ─ sebagai ─ pelajar. Kualitas mengajar, pada perspektif ini, dihubungkan dengan proses yang terus berlanjut di dalam pembelajaran, jadi mengajar yang baik bukanlah suatu tujuan akhir, tetapi merupakan suatu proses yang dinamis dari suatu perkembangan profesional. Para dosen adalah cerminan praktisi-praktisi yang secara terus menerus merefleksikan cara mengajar mereka.

Meneliti Kepercayaan-kepercayaan yang Dominan Pada Mengajar
Hal jelas ketika masyarakat membahas tentang kualitas mengajar, mereka sering mengartikannya dengan hal-hal yang cukup berbeda. Hal ini dapat membingungkan dan tidak kondusif untuk dibicarakan (didiskusikan). Kelihatannya waktu yang tepat, meskipun begitu, dapat membantu untuk mencapai tingkatan konseptual yang lebih tinggi. Pendidikan pada perguruan tinggi dilihat sebagai suatu sistem total, yang mana para mahasiswanya sebagai input, yang diproses, dan kemudian dijadika output. Konsep-konsep alternatif mengatur secara serius proses-proses pendidikan yang membahas para mahasiswanya, atau mengamati perkembangan para mahasiswanya secara lebih mendalam. Dalam menentukan konsep dari kualitas pendidikan, kita harus melihat perkembangan-perkembangan sejarah dari mengajar seperti yang disarankan oleh Skelton (2005). Ada empat perspektif utama dari kebiasaan mengajar, yaitu sebagai berikut :

• Pengertian dari kualitas mengajar pada zaman dulu di dalam tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Perspektif dari kualitas mengajar pada zaman dulu lahir pda periode awal sejarah ketika adanya kesepakatan terhadap ide membangun sebuah universitas dan juga, oleh suatu asosiasi, yang membentuk kualitas mengajar. Universoitas-universitas mulai berkembang pada abad ke 12 di wilayah Eropa Barat dan dianggap oleh masyarakat pada saat itu sebagai duatu bentuk pengajaran dari sebuah institusi-institusi penelitian. Tujuh cabang mata luliah yang berdasarkan pada kurikulum saat itu (“mata kuliah khusus” tata bahasa, sastra dan dialek, dan “mata kuliah umum” musik, aritmatika, geometri dan astronomi), yang bertujuan untuk menghasilkan masyarakat yang terdidik dan mampu untuk mendapatkan posisi yang baik di masyarakat. Beberapa pendidikan di universitas-universitas pada saat itu juga dihubungkan dengan perkembangan pembentukan kepribadian yang bijak dan adil. Metode-metode utama dari metode-metode pengajaran dan pendidikan pada universitas-universitas kuno, merupakan ceramah dan debat. Menggunakan hal ini sebagai sebuah parameter, mengajar yang berkualitas pada saat itu hanya diperuntukkan pada orang-orang kaya saja.

• Pengertian performatif dari kualitas mengajar.
Penerapan performatif merefleksikan pengertian-pengertian kontemporer dari kualitas mengajar yang telah dibentuk melalui perubahan hubungan diantara pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi dan antar negara. Sekali lagi, hal ini dapat dianggap, bahwa pemikiran dan praktik yang dilakukan oleh para praktisi dan, cara umum, para pendidik harus konsisten dengan pengertian-pengertian performatif yang menekankan pada pengukuran dan pengontrolan. Pengetian-pengertian performatif dari kualitas mengajar telah membuat banyak negara memberikan reaksi terhadap tekanan-tekanan global. Banyak negara-negara berkembang di seluruh dunia telah memulai suatu proses pembentukan untuk membuat sistem-sistem pendidikan lebih produktif, seperti yang digambarkan pada teori kapital manusia. Kualitas mengajar yang performatif di dalam universitas dihubungkan dengan tiga karakteristik utama, sebagai berikut :
 Kemampuan untuk mengontribusikan secara langsung tindakan di dalam ekonomi nasional melalui suatu pengajaran yang relevan pada industri dan perdagangan. Hal ini melibatkan suatu pemikiran kembali tentang pendidikan di universitas untuk merangkum pembelajaran yang berbasis – kerja, vokasionalisasi kurikulum, penempatan kerja, wira swasta dan pentingnya peningkatan pengetahuan yang relevan di dalam pemerintahan-pemerintahan, industri dan masyarakat. Hal ini mrngingatkan pada ‘hubungan yang cocok’ dari teori pendidikan.

 Kemampuan untuk menarik minat para pelajar pada berbagai mata kuliah yang mampu bersaing di pasar pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi secara global. Dalam hal ini, tingkat pendidikan yang lebih tinggi menjadi bagian dari pengetahuan ekonomi dimana negara-negara bersaing di dalam pasar pendidikan untuk mendapatkan keuntungan (pemasukan dana yang lebih) dan berharga di mata masyarakat (prestise).

 Peraturan dan standarisasi, adalah suatu cara dimana mengajar diatur oleh negara guna memaksimalkan kemampuan individu, institusi dan sistem pendidikan yang akan dijalankan. Jarak antara pengukur-pengukur dipakai untuk meyakinkan bahwa suatu negara telah mencapai pengembalian investasi yang baik pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Di negara Indonesia, BSNP merupakan suatu tujuan yang baik di dalam hal ini.

• Pengertian psikologis dari kualitas pendidikan.
Jenis dari kualitas mengajar merupakan suatu hal yang kontemporer, ketika hal ini memberikan arti tersendiri bagi kualitas mengajar yang muncul diantara profesionalisasi mengajar pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi selama era 1990. mengajar yang baik dari perspektif ini didukung oleh konstruksi-konstruksi psikologis dari guru dan pelajar, secara umum, yang digambarkan ke dalam humanistik, kognitif, dan tingkah pola psikologi yang sedikit luas. Kualitas mengajar dihubungkan dengan suatu prosedur-prosedur yang universal untuk mengajar dan belajar, penerapan kesuksesan dari mengajar dan belajar ada dalam praktiknya dan kemampuan untuk mendapatkan hasil-hasil dari mengajar dan belajar. Pengertian-pengertian psikologis dari kualitas mengajar secara umum difokuskan pada transaksi diantara guru dan siswa. Dari perspektif ini, kualitas mengajar dalam hubungannya: tidak menjadi milik dari guru atau siswa. Agaknya hal ini dapat ditemukan di dalam hubungan interpersonal yang berkembang diantaranya. Bentuk psikologis dari kualitas mengajar yang dikenal di kalangan para pendidik dan para pelajar adalah apa yang diajarkan kadangkala sangat berbeda dari apa yang dipelajari. Metode-metode yang memfokuskan pada isi dari pengajaran dan penginformasian isi tersebut kepada mahasiswa, seperti ceramah, dianggap memiliki nilai yang terbatas ketika hal ini gagal unutk dimengerti melalui cara-cara yang berbeda ketika para mahasiswa berpikir dan memproses isi dari materi pembelajaran. pemusatan – mahasiswa membantu menerapakan membentuk ide-ide dan teori-teori yang menjadi populer diantara kritikan pada pengajaran melalui ceramah.



• Penerapan kritik.
Dipercaya bahwa pengertian dari kualitas mengajar telah memiliki dampak yang kecil terhadap praktek di dalam tingkat pendidikan yang lebih tinggi yang berdasarkan pada keinginan-keinginan politik dan komitmen-komitmen. Pengertian-pengertian kritikal dari kaulaitas mengajar dihubungkan dengan tujuan-tujuan dari kebebasan, keadilan, dan kemamapuan kekuasaan yang dimiliki oleh para siswa. Karya-karya terkenal yang digunakan di dalam mengajar dan belajar pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi didominasi oleh ide-ide psikologis dan teori-teori, menekankan transaksi diantara para dosen dan para mahasiswa dan menolak konteks sosial, politik, dan ekonomi secara lebih luas dimana tingkat pendidikan yang lebih tinggi itu berada. Dengan kata lain, kebanyakan para dosen secara luas kurang sensitif terhadap aspek politik dari mengajar. Penerapan kritik pada mengajar memaksa para dosen untuk mengembangkan suatu pandangan bahwa profesi mengajar adalah suatu tindakan politik. Menjadi seorang dosen adalah menjadi seorang ‘politikus’.

Penerapan kritik menjelaskan bahwa kualitas mengajar merupakan suatu konsep yang jelas yang bergantung pada sejarah dan situasi. Hal ini memberi arti bahwa ada pengertian-pengertian yang berbeda terhadap arti dari kualitas mengajar dan bagaimana mempraktekkannya. Meskipun begitu, akan menjadi tidak mungkin dan tidak penting untuk menentukan kulitas mengajar yang cocok berdasarkan tempat dan waktu. Penerapan kritik digunakan untuk mengidentifikasi nilai-nilai dan asumsi-asumsi yang mendukung kualitas mengajar. Akan menjadi suatu kasus, bahwa kita ─ para dosen LPTL tidak yakin tentang apa yang kita lakukan di dalam mengajar. Mendapatkan keuntungan dari pengertian-pengertian yang baik seharusnya tidak diambil nilainya; opini-opini umum ini harus diteliti ulang dan dipertanyakan tentang prinsip-prinsip yang terkandung di dalam opini-opini tersebut. Saran-saran yang diberikan terhadap kualitas mengajar, harus dilakukan penelitian secara terus-menerus terhadap tindakan mengajar.

Penerapan kritik di dalam penelitian terhadap kualitas mengajar melibatkan kemampuan tindakan intelektual secara umum terhadap pengetahuan, tingkah laku, diri sendiri, dan yang lainnya. Tindakan mengkritik dikarakterisasikan melalui kemampuan untuk menantang hal-hal yang biasa, menciptakan dan membayangkan hal-hal yang baru. Hal ini melibatkan suatu permintaan dan disposisi yang didukung melalui suatu pengenalan akan kebebasan untuk memilih dan membuat keputusan-keputusan. Tindakan mengkritik hanya dapat dicapai melalui dialog dengan orang-orang yang memiliki cara-cara yang berbeda di dalam melihat dunia. Para dosen harus melihat sesuatu hal yang potensial yang dmiliki oleh mereka. Tantangan pembelajaran pada tingkat yang lebih tinggi tentang kualitas mengajar, meskipun begitu, dapat membantu para mahasiswa dan para dosen untuk mengenali dan melatih kebebasan mereka untuk mengubah apa suatu kemungkinan dan bertanggung jawab terhadap keputusan mereka sendiri. Penerapan kritik pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi dijelaskan oleh poin-poin berikut ini:

 Mengembangkan perspektif personal melalui suatu keterikatan yang aktif di dalam berbagai program pembelajaran. kami percaya bahwa akhirnya ada seseorang yang telah mengembangkan perspektif personal terhadap pengetahuan yang ada, pengalaman dan nilai-nilai kita dan komitmen-komitmen. Mengajar pada analisa akhir merupakan suatu usaha pribadi, mulai saat ini setiap dosen harus mempercayai kemampuan potensial mereka masing-masing.

 Menghindari konvergensi dan penilaian yang belum matang (prematur). Kami percaya bahwa badan-badan pengetahuan kami merupakan sistem-sistem dari suatu tebakan-tebakan dan spekulasi-spekulasi, yang secara rasional hanya terbuka untuk debat. Dengan kata lain, apa yang dianggap benar saat ini tidak dapat dijadikan suatu kasus pada beberapa tahun mendatang. Hal ini juga diterapkan pada kebenaran dari kulaitas mengajar.

 Menyadari bahwa pengertian-pengertian yang baru, realita-realita dan praktek-praktek mengajar pada universitas dapat berbeda dan lebih baik dibandingkan dengan kecenderungan. Hal ini melibatkan suatu alternatif-alternatif dan juga membebaskan diri kita dari kepercayaan terhadap suatu ideologi. Hal ini memberikan saran bahwa setiap dosen harus mencoba untuk berinovasi melalui eksperimen dan meneliti cara-cara yang salah di dalam mengajar.

 Mengembangkan kritik disposisi terhadap pengetahuan, diri sendiri, tindakan, dan profesionalisme di dalam mengajar. Secara umum, perkembangan dari keterikatan kritik dengan pengetahuan, tetapi telah menekankan pada cara bertindak berdasarkan suatu pengetahuan dan implikasi-implikasinya bagi diri sendiri. Hal ini dapat menjadi suatu kasus ketika sebuah universitas gagal untuk memenuhi misi-misinya yang telah diketahui oleh masyarakat. Penerapan kritik pada penelitian terhadap kualitas mengajar menjelaskan bahwa perspektif-perspektif yang berbeda dapat dibawa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari mengajar dan belajar pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini memberi arti bahwa apa yang terbaik di dalam pengajaran mata pelajaran kimia sebagai contoh dapat menjadi suatu hal yang tidak penting di dalam pengajaran mata pelajaran drama.

 Mengembangkan perspektif yang komparatif di dalam menentukan kualitas mengajar. Hal ini secara sederhana berarti mengetahui kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang kita miliki. Hal ini secara kontekstual dapat membantu kita, menempatkan pengertian kita terhadap kualitas mengajar. Perspektif-perspektif komparatif memberikan kesempatan untuk melihat dunia yang baru, untuk menyadari adanya suatu alternatif-alternatif, untuk membentuk dan menyaring ide-ide di dalam mencari ide-ide yang baru dan lebih baik. Suara-suara, pengaruh-pengaruh, dan kepercayaan-kepercayaan yang ditawarkan melalui marginalisasi dan kelompok-kelompok subordinat di masyarakat yang secara umum memberikan instruksi sejak hal tersebut ditempatkan untuk membangun sesuatu hal yang dominan dan praktek-praktek. Hal ini akan meyakinkan bahwa kualitas mengajar ditentukan di dalam pengertian yang baru dan dicermati oleh masyarakat yang kontemporer.

Kerangka kerja untuk bertindak
Konseptualisasi-konseptualisasi berbeda dari tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memberikan pengaruh yang signifikan pada pengertian kita melalui kulaitas mengajar. LPTK, non-LPTK, universitas-universitas dan politeknik-politeknik memiliki persepsi-persepsi yang berbeda pada kualitas pengajaran. Keterampilan-keterampilan para mahasiswa dapat berbeda-beda berdasarkan kualitas pengajaran yang diberikan kepada mereka dan hal ini akan membantu untuk mengembangkan otonomi diri mahasiswa. Pertanyaan penting lainnya yang ditanyakan mengenai kualitas mengajar adalah konsep eksklusif atau konsep inklusif. Apakah hal ini dapat membantu, sekelompok dosen yang berpengalaman, yang memiliki keterampilan-keterampilan dan kualitas-kualitas yang baik, dapat mengajar dan menjadi contoh bagi para pengajar yang lainnya? Peetanyaan tertulis ini menjelaskan bahwa pemikiran tentang pandangan-pandangan alternatif dapat menambah pengertian kita tentang kualitas mengajar dengan melihat dan berdasrkan pada empat perspektif utama yang telah dibentuk sebelumnya, yaitu: mengajar dengan cara yang lama, performatif, psikologis, dan kritik. Empat perspektif ini memenuhi secara akademikterhadap garis besar pada perkembangan contoh ideal dari kualitas mengajar. Alasan dari hal ini adalah menginformasikan suatu proses dari perefleksian kritik terhadap kualitas mengajar, untuk membantu belajar secara lebih mendalam, bergerak maju dan menelaah asumsi-asumsi yang ada.

Teori-teori menyatakan bahwa para dosen harus membagikan pengalaman-pengalaman belajar mereka kepada para mahasiswa yang dapat diterima dan memperluas pola pengertian dari para mahasiswa. Kualitas mengajar dari perspektif ini, meskipun begitu, adalah mencermati dengan dimulai ketika para mahasiswa sedang belajar dan membantu mereka untuk mengembangkan ketermpilan-keterampilan mereka yang telah diidentifikasi sebelumnya oleh Vygotsky (Vygotsky, 1978). Ada perbedaan-perbedaan diantar teori-teori ini, tetapi teori-teori ini mejelaskan suatu keinginan dan komitmen terhadap emansipasi. Mengajar dari perspektif ini dapat dianggap sebagai suatu kemampuan dari tindakan berpolitik dibandingkan dengan sesuatu yang netral atau tidak memiliki nilai. Manusia berpikir untuk memiliki kemauan tidak hanya pada pengontrolan atau membuat pernyataan-pernyataan yang dapat diterima oleh dunia, tetapi juga mengubah dunia menjadi lebih baik (Habermas, 1978). Berdasarkan kritik perspektif, pengetahuan, kurikulum, dan praktek-praktek mengajar dan belajar di dalam universitas-universitas dibentuk melalui keinginan-keinginan politik dan sosial yang mampu menjaga status quo. Kualitas mengajar dari kritik perspektif membantu memberikan akses pengetahuan kepada para pelajar, yang mampu membangun dengan baik ketertarikan-ketertarikan dan struktur-struktur sosial.

Untuk mendukung suatu proses emansipasi para siswa yang memberikan para siswa pengetahuan dan kontrol pada kehidupan mereka. Peranan guru adalah bertindak sebagai pemberi kritik atau perubah intelektual (lihat Giroux, 1988), yang menjelaskan tentang pengertian-pengertian epsitemologi para siswa dan interpertasi-interpretasi dari suatu realita dengan menawarkan pemikiran-pemikiran dan teori-teori yang baru kepada para siswa. Tingkat pendidikan yang tinggi dipandang sebagai suatu posisi sosial yang menguntungkan melalui persamaan-persamaan untuk memperoleh pengetahuan dan mengembangkan keterampilan, dan berpartisipasi. Kualitas mengajar tidak hanya melibatkan peningkatan kemudahan untuk mendapatkan bahan pembelajaran, tetapi juga dapat menambah jumlah masyarakat yang berpartisipasi melalui kreasi dari lingkungan belajar yang inklusif. Peningkatan kemampuan melalui partisipasi juga merupakan pusat dari pengertian-pengertian yang kritis terhadap kualitas mengajar. Ketika para pelajar melakukan suatu tindakan yaitu dengan memberikan suatu kritik yang beralasan di dalam kehidupan mereka, maka bentuk-bentuk partisipasi dari keterikatan di dalam situasi mengajar dan belajar dibutuhkan. Hal ini melibatkan suatu resiprok yang luas di antara guru dan kegiatan mengajar dapat dianggap sebagai suatu kasus. Mengajar secara sederhana tidak dapat dikurangi melalui segi teknikal atau segi praktikal; tentang apa artinya menjadi orang yang terdidik. Para dosen diharapkan dapat menempatkan praktek-praktek yang mereka lakukan pada konteks sosial yang luas, konteks politik dan konteks ekonomi dari tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Interpretasi-interpretasi performatif dari kualitas mengajar muncul dan menjadi pengaruh, didukung oleh para politikus, pembuat peraturan pendidikan, dan pengatur-pengatur institusi-institusi. Mereka mengijinkan kegiatan menagajar digunakan untuk kebutuhan ekonomi dan mengukur untuk meyakinkan keefisiensi suatu sistem. Para pendukung dari pernyataan performatif, mengidentifikasi hal tersebut sebagai suatu respon globalisasi yang tidak dapat dihindari, yang dapat membawa perubahan pendidikan di seluruh dunia.

Pengertian-pengertian psikologis dari kualitas mengajar umumnya mendominasi karya-karya yang dugunakan di dalam mengajar dan belajar pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan membawa pengaruh yang besar pada praktiknya. Sepertinya, meskipun begitu, perspektif-persprktif yang ada di dalam kualitas mengajar bagi beberapa praktisi, akan dijelaskan secara signifikan melalui segu kognitif, humanistik, dan tingkah laku psikologis yang lebih sempit. Pengertian-pengertian mengajar dengan cara lama di dalam kualitas mengajar muncul untuk menolak dan melawan arah-arah yang timbul. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi di berbagai negara telah menempatkan masyarakatnya secara lebih baik di dalam pendidikan, dan membuka peluang yang lebar bagi para masyarakat untuk berpartisipasi dan mengubah metode-metode mengajar dan belajar. Sebagai contoh, mengajar melalui ceramah, metode-metode pembelajaran berbasis ceramah atau penjelasan dan ide-ide dari tindakan pembelajaran yang diberikan atau ditambahkan ke dalam proses belajar.

Pencarian Kriteria
Pengalaman kami dengan IMSTEP di dalam mengajar matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, mengajarkan kepada kami tentang suatu ide dari refleksi diri. Kualitas mengajar dengan kontek dari skema IMSTEP dijabarkan secara jelas melalui contoh dari praktek yang reflektif, dimana para dosen mereflekdikan kemampuan mengajar mereka dan mendistribusikan suatu ide secara luas ‘praktek yang baik’ untuk melakukan kejasama dengan institusi. Praktek dari refleksi diri melibatkan mengidentifikasi ketidakcocokan diantara ‘teori-teori pendukung’ (bagaimana seseorang harus mengajar) dan teori-teori yang digunakan (bagaimana sebenarnya seseorang itu mengajar) dan menjelaskan solusi di dalam prakteknya untuk membetulkan ketidakcocokan. Diseminasi pada praktek yang baik menunjukkan keterikatan yang lebih jauh antara ‘refleksi pada tindakan’ : mengajar juga membagikan ide-ide kepada orang lain. Pada konteks ini , kualitas para pengajar dijelaskan sebagai berikut :
• Kemampuan untuk mempengaruhi siswa secara positif, untuk menginspirasi para siswa dan memudahkan mereka untuk mencapai hasil pembelajaran yang spesifik melalui institusi dan / atau daerah yang menjadi subyek ;

• Kemampuan untuk mempengaruhi dan menginspirasi sekelompok orang di dalam mengajar, praktik belajar dan latihan, melalui contoh dan / atau melalui diseminasi pada praktik yang baik ;

• Kemampuan untuk mempengaruhi secara positif komonitas mahasiswa dan dosen secara nasional pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan mengajar, praktik belajar dan latihan ;

• Kemampuan untuk menjelaskan penerapan yang reflektif di dalam mengajar dan / atau pendukung pembelajaran.

Kesatuan karakteristik-karakteristik lainnya dari kualitas mengajar yang disarankan oleh Skema Kerjasama Pengajaran Nasional di Inggris (Skelton:2005) sebagai berikut:

• Individualisasi ─ Kualitas mengajar dikenal dari masing-masing dosen, dan bukan dari seklompok tim dosen. Rencana-rencana nyata untuk menciptakan suatu “kerjasama” diantara dosen-dosen yang berpengalaman yang mampu mengumpulkan aktifitas-aktifitas yang bermanfaat yang dapat membantu meraih kesuksesan.

• Didukung oleh ‘praktek yang reflektif’ ─ Kualitas mengajar secara umum membahas tentang refleksi dari mengajar yang dilakukan oleh seorang pengajar, menciptakan solusi-solusi tersebut ke dalam institusi dan sektor kerjasama. Berbagai praktek-praktek perkembangan dengan kerjasama pada ‘tindakan yang berdasarkan refleksi’.

• Psikologis ─ refleksi-refleksi bahwa para pengajar fokus pada transaksi diantara masing-masing individu dosen dan para mahasiswa, menggambarkan teori-teori yang berasal dari teori psikologis (‘kepribadian’; ‘gaya pembelajaran’; ‘motivasi’ dan lainnya).

• Praktek ─ Solusi untuk masalah-masalah mengajar merupakan suatu hal umumnya dapat terjadi, melibatkan perubahan-perubahan metode dan menciptakan materi-materi baru. ‘Tanda’ kualitas mengajar menggunakan teknologi-teknologi baru untuk membuat mengajar dan belajar lebih mudah dan atraktif pada para pelajar yang ‘kurang pandai’.

• Performatif ─ Bahwa mengajar dan mengajar yang baik dapat diukur dan dikontrol. Hal ini melibatkan sistem yang efisien dengan memaksimalkan penyerapan unit-unit pembelajaran (dari para dosen) dan tindakan-tindakan performatif dalam mencari standar mengajar yang umum pada sektor tertentu.

Institusi-institusi dan kualitas mengajar
Tujuan-tujuan pendidikan sepertinya akan menjadi efektif jika tujuan-tujuan pendidikan ini direfleksikan ke dalam misi institusional. Pendukung institusi pada kualitas mengajar dapat difasilitasi secara lansgung, berdasarkan kondisi-kondisi kerja, etos kerja, insentif-insentif dan pendukung untuk memakmurkan para pengajar. Berikut ini adalah ukuran-ukuran yang membentuk bagian luas dari prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang telah diidentifikasi ke dalam bentuk karya melalui institusi-institusi dapat menawarkan pendukung kulaitas mengajar:

• Sumber-sumber penambahan (termasuk waktu bagi para dosen untuk merefleksikan);

• Rasio-rasio rendah pengajar ─ siswa;

• Kualitas mengajar dan ruang-ruang belajar;

• Standar yang tinggi pada infrastruktur yang umum, alat-alat yang digunakan di dalam mengajar dan sebagainya;

• Proses-proses pengaturan dan peraturan-peraturan yang mendukung penghargaan untuk belajar dan mengajar untuk pengajaran;

• Mendanai perkembangan dari belajar dan mengajar;

• Budaya institusional yang memberikan nilai-nilai dan mempromosikan mengajar dan belajar;

• Peraturan-peraturan dan praktek-praktek yang mendukung perubahan dari ide-ide;

• Ketersediaan materimateri perkembangan yang profesional;

• Pengenalan peningkatan karir mengajar dan prosedur-prosedur promosinya.

Melalui produksi dari formalisasi pembelajaran dan peraturan-peraturan mengajar dan strategi-strateginya, institusi-institusi bekerja dan mengembangkan ‘budaya-budaya dari kualitas mengajar’. Ada tumbuhnya suatu harapan bahwa semua institusi-institusi pendidikan pada tingkat perguruan tinggi akan mencoba untuk mempromosikan budaya dari kualitas mengajar sebagai suatu ‘pusat’ aktifitas. Pada tingkat peraturan, kualitas mengajar dan belajar saat ini dianggap sebagai suatu hal yang penting di dalam ekonomi nasional yang kompetitif dan ketertarikan masyarakat pada institusi-institusi tersebut menunjukkan hubungan antara penelitian – pengajaran yang mamapu mendukung kualitas mengajar. ‘penelitian – yang dipakai’ di dalam pengajaran menjadi suatu hal yang paling populer di dalam menjelaskan hubungan antara penelitian – pengajaran tersebut. Di bawah ini adalah beberapa parameter-parameter dari penelitian yang dipakai di dalam pengajaran:

• Mengajar topik-topik yang penelitian yang spesifik yang juga telah dipelajari oleh pihak akademik pada satu waktu;

• Mengajar dengan menekankan perkembangan-perkembangan atau penelitian-penelitian langsung pada wilayah spesialisasi;

• Mengajar secara umum pada para pelajar yang mendapatkan beasiswa, mengajar dengan menkankan metode-metode penelitian atau cara-cara pengumpulan pengetahuan ke dalam suatu peraturan tertentu;

• Mengajar sebagai ‘dasar-permintaan’ belajar berlawanan dengan penerapan mengajar melalui ceramah-ceramah;

• Para pelajar sebagai para peneliti;

• Rancangan program-program tingkatan yang dikapitalisasi oleh penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli di sekolah atau di luar sekolah;

• Penelitian yang berhubungan di dalam konteks dari tingkatan program-program untuk perkembangan profesional (contohnya, para dosen, para dokter, para pengacara , dan para manajer);

• Lingkungan-lingkungan pembelajaran yang mendukung suatu fokus penelitian-yang dipakai, contohnya, kemudahan untuk mencarai materi-materi atau sumber-sumber belajar di perpustakaan, pendukung informasi teknologi yang baik; laboratorium-laboratorium yang lengkap.

• Universitas Sidney di Australia, seperti yang telah dijelaskan oleh Skelton (2005), mengadopsi secara luas suatu definisi, dimensi-dimensi di bawah ini dapat membantu untk memperluas penelitian –yang dipakai di dalam mengajar, dapat terjadi pada:

• Staf-staf peneliti ─ mengajar diteliti oleh para peneliti kelas dunia yang aktif dalam meneliti dan mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya.

• Bukti – berbasis mengajar ─ mengajar dan belajar sebagai suatu kesatuan yang dirancang berdasarkan karya pedagogik dan bukti-bukti dari pengalaman-pengalaman para pelajar.

• Penelitian – berbasis kurikulum ─ kurikulum merefleksikan proses-proses penelitian dan aktifitas-aktifitas (contohnya, kerjasama, menjelaskan sesuatu pada presentasi).

• Budaya bertanya ─ munculnya debat-debat dan diskusi-diskusi yang berdasarkan pada subjek-subjek dari pedagogik.

• Komunitas pelajar ─ para pelajar termasuk ke dalam budaya dan komunitas para peneliti.

• Penelitian – yang diatur di dalam mengajar ─ mengajar diaur melalui penelitian-penelitian yang kuat dan keinginan-keinginan dari staf untuk melakukan suatu penelitian.

• Penelitian – yang dipakai di dalam pengajaran ─ mengajar membantu menstimulasi penelitian terhadap ide-ide, teori-teori dan konsep-konsep yang diatur dengan tepat oleh para siswa.

Kontribusi dari cabang-cabang subjek
UPI saat ini memiliki 73 fakultas dari dua jalur: jalur pendidikan dan jalur non-pendidikan. Hubungan antara kualitas mengajar dan cabang-cabang dari subjek telah lama ada. Banyak pihak mendukung suatu asumsi yang berkembang, bahwa kualitas mengajar hanya dapat dimengerti dan didukung dengan kerangka kerja yang memadai. Hal ini menjelaskan bahwa cabang-cabang subjek harus di refleksikan dan bahwa kualitas mengajar harus didukung dengan struktur-struktur yang jelas dan alternatif-alternatif lainnya. Cabang-cabang subjek memenuhi struktur epistemologi dan organisasi sosial melalui pihak-pihak akademik yang bekerja penuh pada pendidikan yang lebih tinggi. Tindakan-tindakan, aktifitas-aktifitas dan gaya-gaya kognitif dari sekelompok pihak-pihak akademik menunjukkan suatu cabang tertentu yang diatur dengan karakteristik-karakteristik dan struktur-struktur pengetahuan yang dicermati oleh sekelompok orang-orang yang profesional.

Dari suatu perspektif, cabang-cabang subjek mendukung pihak akademik dan membantu menciptakan suatu komunitas, tradisi, sistem nilai, cara bertanya, struktur konseptual dan kesatuan dari praktek-praktek tingkah laku yang berasal dari pihak-pihak akademik. ‘Struktur yang dalam’ dari cabang ini biasanya dapat dimengerti dan hanya dipelajari melalui suatu periode dari suatu cabang subjek. Kualitas mengajar dari perspektif ini tidak dapat dihubungkan dengan struktur yang dalam, dengan konsep-konsep yang muncul dan metode-metode dari cabang yang menginformasikan arti dari mengajar dan belajar ke dalam cara-cara yang tepat.

Mengajar melalui cara yang lama merupakan suatu kegiatan yang terlalu memfokuskan transfer dari subjek – berbasis pengetahuan kepada para siswa. Adanya pusat – pergerakan pembelajaran untuk siswa menekankan betapa pentingnya sosialisasi terhadap kurikulum yang relevan dan metode-metode mengajar yang interaktif. Berdasarkan pandangan ini, subjek-subjek dapat di bagi ke dalam kesatuan kompetensi-kompetensi atau keterampilan-keterampilan yang kemudian di lakukan pengujian. Peranan guru dan dosen secara sederhana difokuskan pada penjelasan yang efisien dari suatu materi pembelajaran dan pencapaiannya pada kompetensi-kompetensi atau keterampilan-keterampilan yang spesifik. Hal ini dipercaya bahwa penerapan suatu cabang subjek harus berdasarkan pada asumsi-asumsi berikut ini:

• Mengajar merupakan suatu bentuk ekspresi dan partisipasi di dalam suatu cabang.

• Mencari dan menjelaskan struktur cabang pedagogik yang penting: cabang dari proses-proses dan cara-cara berkomunikasi.

• Pengajar merefleksikan dan membicarakan sesuatu yang unik dan indikatif terhadap cabang.

• Belajar merupakan proses yang khusus dari induksi di dalam proses-proses cabang.

Kesimpulan-kesimpulan akhir
Pendidikan yang lebih tinggi harus memiliki suatu standar-standar pengajaran. Pengertian performatif dari kualitas mengajar mendukung peraturan yang membantu tersedianya dana bagi institusi-institusi yang mampu menghasilkan strategi-strategi mengajar dan belajar. Adanya strategi-strategi dan budaya-budaya institusional yang mendukung kualitas mengajar dihubungkan dengan sistem yang efisien dan mampu untuk meningkatkan standar-standar mengajar. Tidak ada suatu keraguan bahwa penempatan sistem pendidikan yang lebih tinggi dapat difokuskan pada institusional kualitas mengajar. Realisasi bahwa para pelajar yang kurang terampil akan membutuhkan pendukung belajar yang mampu mengubah sumber-sumber dan infrastruktur institusional. Perlu diingat bahwa UPI memliki keunikan tersendiri, di dalam melatih para mahasiswa untuk menjadi seorang pendidik atau non-pendidik. Para lulusan dari UPI diharapkan dapat memiliki fungsi di dalam sektor pendidikan dan di dalam non-pendidikan. Generalisasi-generalisasi berikut ini disaranakan oleh Skelton (2005):

• Kualitas mengajar dibutuhkan untuk dipakai di dalam mengajar yang menggunakan ceramah-ceramah. Ada suatu konsensus yang kuat, bahwa fakta-fakta mengajar, mengajar dengan menggunakan buku-buku teks, ‘berbicara kepada’ para mahasiswa, ‘menunjukkan’ dan tidak menjelaskan ide-ide tentang kualitas mengajar. Yang kemudian diperlukan adalah suatu proses interaktif (melibatkan dialog dan kerja kelompok), dengan para mahasiswa yang bertanggung jawab pada kegiatan belajar mereka.

• Kualitas mengajar membutuhkan suatu hubungan kolaborasi antara para mahasiswa dan para dosen. Hal ini melibatkan para dosen untuk menilai respon-respon yang diberikan yang diberikan oleh para mahasiswa yang berdasrkan pada pengalaman-pengalaman pendidikan dan mendapatkan timbal balik dari para dosen tentang metode-metode yang berbeda dan cara-cara alternatif yang digunakan di dalam penerapan mengajar.

• Kualitas mengajar melibatkan para dosen yang mampu membuat pilihan-pilihan yang tepat dari semua unsur teknik dan metodologi, yang cocok dengan pemikiran para mahasiswa dan konteks belajar. Grup – yang fokus berpartisipasi mampu mengerti bahwa para dosen yang baik merupakan suatu ‘fasilitas belajar’ yang perlu dijaga melalui penerapan pembelajaran yang berdasarkan pada cabang subjek, menjadi alasan dan suatu langkah perkembangan pada sekelompok mahasiswa.

• Para dosen yang baik dapat diatur melalui komitmen pada suatu proses yang terus-menerus di dalam jangka waktu yang cukup lama dari perkembangan profesional melalui refleksi dari kritik.

• Para dosen yang baik dapat mengatur kualitas-kualitas yang dimilikinya dan komitmen-komitmennya, seperti, antusiasme, energi, kemampuan – untuk menerapkan, ketertarikan-ketertarikan yang mereka tunjukkan kepada para mahasiswa sebagai masyarakat, keterampilan-keterampilan berkomunikasi, dan kemampuan mereka untuk menjalin suatu hubungan dan berempati kepada para mahasiswa.

• Kualitas mengajar melibatkan suatu penjelasan yang lengkap bagi para mahasiswa yang memiliki keterampilan yang kurang, membantu mereka menyelesaikan kesulitan-kesulitan di dalam belajar dan memberikan suatu bantuan berupa remedi kepada para mahasiswa tersebut. Kualitas mengajar tidak dihubungkan dengan pencapaian nilai-nilai yang baik atau sukses mengajar dan mampu membentuk mahasiswa menjadi baik.

• Para dosen yang baik merupakan penuntun perjalanan; disini pengajar merupakan seseorang yang menuntun siswa melalui suatu kesulitan jika memang diperlukan dengan memberikan bantuan-bantuan navigasional, rancangan peta-peta dan pengalaman dari perjalanan-perjalanan. Para pengajar memudahkan siswa untuk mengeksplorasi sesuatu hal dengan aman dan nyaman.

SMP Negeri 2 Air Besar

Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Air Besar terletak di Desa Tenguwe Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak. Bangunan sekolahnya berhadapan dengan bangunan SD, jadi SD dan SMP ini berada dalam satu lokasi. Sekolah ini dibangun melalui kerja sama antara Australia-Indonesia yang programnya bersama AIBEP. Adapun tujuan pendirian sekolah ini untuk menjaring anak-anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah, karena keterbatasan biaya untuk melanjutkan sekolah di kecamatan atau di kota kabupaten. Sehingga dengan adanya program ini anak-anak yang keterbatasan biaya dapat mengenyam pendidikan. Adanya sekolah ini, juga memberikan angin segar bagi siswa yang sudah lama tamat sekolah dasar (SD) dan umur mereka sudah mencapai 15 sampai 17 tahun, dengan adanya sekolah tersebut mereka dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Secara geografis Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Air Besar ini termasuk ke dalam kategori daerah terpencil, karena yang letaknya jauh dari ibu kota kecamatan apalagi ibu kota kabupaten. Akses transportasi dan komunikasi tidak lancar. Untuk mencapai sekolah ini dari ibu kota kabupaten bisa mencapai empat sampai lima jam perjalanan darat. Itupun kalau kondisi jalan kering. Jika jalan dalam keadaan basah untuk melewatinya agak sulit, selain keadaan jalan licin, jalan juga becek. Ditambah lagi kondisi jalan yang naik turun. Kalau ditempuh dari Serimbu tantangan jalan yang dilewati cukup sulit, karena banyak tanjakan dan turunan yang tajam, sehingga kadang-kadang membuat pengendara sepeda motor merasa ngeri.

Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Air Besar mulai operasional pada tahun pelajaran 2008/2009. Pada saat ini sudah memiliki 2 kelas, yaitu kelas 7 dan kelas 8 yang jumlah siswanya sebanyak 36 orang. Siswa kelas 8 sebanyak 12 orang dan kelas 7 sebanyak 24 orang. Berdasarkan jenis kelaminnya siswa laki-laki berjumlah 22 orang dan siswa perempuannya berjumlah 14 orang. Siswa-siswi yang bersekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Air Besar ini, untuk saat ini berasal dari daerah sekitar yang tidak jauh dari lokasi sekolah. Karena seluruh siswa yang bersekolah di sini pergi ke sekolah dengan berjalan kaki.

Masyarakat sekitar sekolah terdiri dari dua suku, yaitu suku Dayak dan suku Melayu. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani dan juga sebagai penoreh getah. Termasuklah siswa-siswi yang bersekolah, pada pagi hari mereka ada yang menoreh getah, ini mereka lakukan untuk membantu perekonomian keluarga dan siang harinya mereka bersekolah.

Hubungan antara Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).
Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A.Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan.
Dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial
Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut :
1. Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak maka ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
2. Ukuran kekuasaan dan wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
3. Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
4. Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.

Perkembangan Bahasa Anak

Asrori (2008:141) menjelaskan ada seorang ahli psikologi perkembangan dari Illinois State University bernama Laura E. Berk (1999) yang telah mempelajari dan meneliti berbagai aspek perkembangan individu, sampailah ia pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan bahasa merupakan kemampuan yang khas manusia yang paling kompleks dan mengagumkan. Oleh sebab itulah, Perkembangan bahasa sebagai salah satu dari kemampuan dasar yang harus dimiliki anak, terdiri dari beberapa tahapan sesuai dengan usia dan karakteristik perkembangannya.
Perkembangan adalah suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup an dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi seperti biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Bahasa adalah suatu system simbol untuk berkomunikasi yang meliputi fonologi (unit suara), morfologi (unit arti), sintaksis (tata bahasa), semantik (variasi arti), dan pragmatik (penggunaan) bahasa (Santrock, 1995). Dengan bahasa anak dapat menyampaikan maksud, tujuan, pemikiran, maupun perasaannya pada orang lain.
Anak usia dini khususnya usia 4-5 tahun dapat mengembangkan kosakata secara mengagumkan. Owens (dalam Papalia et al, 1990) mengemukakan bahwa anak usia tersebut memperkaya kosakatanya melalui pengukangan. Mereka sering mengulangi kosakata yang baru dan unik sekalipun mungkin belum memahami artinya. Dalam mengembangkan kosakata anak menggunakan fast mapping, yaitu suatu proses di mana anak menyerap arti kata baru setelah mendengarnya sekali atau dua kali dalam percakapan. Pada masa kanak-kanak awal inilah anak mulai mengkombinasikan suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat.
Anak usia 4-5 tahun rata-rata dapat menggunakan 900 sampai 1000 kosakata yang berbeda. Mereka menggunakan 4-5 kata dalam satu kalimat yang dapat berbentuk kalimat pernyataan, negatif, tanya, dan perintah. Anak usia 4 tahun sudah mulai dapat menggunakan kalimat yang beralasan seperti ”ingin ikut mama ingin jalan-jalan”. Pada usia 5 tahun pembicaraan mereka mulai berkembang di mana kosakata yang digunakan lebih banyak dan rumit.

SUMBER BACAAN

Asrori, Mohammad. 2008. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Asmawati, Luluk, dkk. 2008. Pengelolaan Kegiatan Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: UT (Nama tidak dicantumkan karena hasil membaca disintesakan).

Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat. Fenomena tersebut mengakibatkan adanya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, salah satu di antaranya bidang pendidikan. Untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas diperlukan adanya peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini keberhasilan pendidikan tak lepas dari peran sekolah, baik sekolah negeri maupun swasta. Menurut Darsono (2000) bahwa sekolah merupakan tempat pengembangan kurikulum formal, yang meliputi: (1) tujuan pelajaran umum dan khusus, (2) bahan pelajaran yang tersusun sistematis, (3) metode/strategi pembelajaran, dan (4) sistem evaluasi untuk mengetahui hingga mana tujuan tercapai.
Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tuntutan hidup pada masa globalisasi adalah adanya perubahan. Salah satu elemen yang perlu diubah untuk menjawab tantangan ke depan di lembaga pendidikan adalah kurikulum pendidikan nasional. KTSP jawabanya. Di dalam KTSP siswa dibekali tidak hanya untuk bisa bekerja, tetapi juga untuk bisa hidup. Sikap-sikap yang diperlukan untuk ini adalah keterbukaan, fleksibelitas, dan prinsip dasar hidup dalam konteks sosial.
Dengan banyaknya tantangan zaman dan perkembangan IPTEK, strategi pembelajaran memerlukan perubahan paradigma yakni dari teaching ke learning atau penggabungan keduanya, yaitu teaching and learning. Untuk itu diperlukan guru yang profesional.
Guru yang profesional adalah guru yang memiliki sepuluh kompetensi. Kesepuluh kompetensi itu adalah (1) menguasai bahan, (2) meneglola kelas, (3) mengelola program belajar-mengajar, (4) menggunakan media dan sumber, (5) mengelola interaksi belajar-mengajar, (6) menilai kemampuan siswa, (7) menguasai landasan kependidikan, (8) mengenal fungsi dan layanan BK, (9) mengenal administrasi sekolah, dan (10) memahami prinsip penelitian.
Yang perlu dicermati adalah adanya perbaikan manajemen pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar guru lebih bersikap kreatif, dapat menciptakan iklim kompetitif antarsiswa yang dibimbingnya, serta bertanggung jawab terhadap stakeholder pendidikan, khususnya orangtua siswa dan masyarakat. Dalam pelaksanaannya sekolah dan guru harus lebih terbuka, dapat mempertanggungjawabkan setiap kegiatannya (accountable), mengoptimalkan partisipasi orang tua dan masyarakat, dan dapat mengelola sumber daya yang tersedia di sekolah dan lingkungannya untuk meningkatkan prestasi siswa.
Keberhasilan tidak harus dilihat dari pencapaian nilai ujian nasional siswa yang tinggi semata, tetapi juga aspek lain. Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa IQ hanya berperan 20% dalam mendongkrak keberhasilan seseorang di dalam hidupnya, justru “Kecakapan Emosional” (EQ) dan “Kecakapan Spiritual” (SQ) yang paling besar pengaruhnya sampai mencapai 80%. Hal ini berarti bahwa kecakapan lain seperti kemampuan menahan diri, mengendalikan emosi, memahami orang lain, memiliki mental untuk menerima kekalahan dan kegagalan, bersikap sabar, memiliki rasa syukur, memiliki motivasi diri yang tinggi, kreatif, berempati, dan bersikap toleran jauh lebih penting dimiliki siswa daripada sekedar nilai ujian nasional yang tinggi.
Salah satu metode pembelajaran yang sesuai adalah CTL (Contextual Teaching and Learning). Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari faham progresivisme John Dewey. Intinya siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Keaktifan siswa secara individu maupun dalam kelompok merupakan obsesi hak anak untuk bermain, bersosialisasi, dan belajar hidup selaras dengan lingkungannya.

SUMBER BACAAN

Depdiknas (2002). Pendekatan Kontekstual ; Contextual Teaching and Learning. Jakarta: Direktorat PLP.

http://pendidikanberkarakter.blogspot.com/2008/10/model-pembelajaran-kontekstual.html. Diakses pada 21 Nopember 2008. 10:46 PM.

http://pendidikansains.blogspot.com/2008/02/e-learning-merupakan-inovasi-pendidikan.html.

Rogers, Everett, M. 1983. Diffussion of Innovation. Canada: The Free Press of Macmillan Publishing Co.

Subandijah. 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada-Yogyakarta.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan). Jakarta: Kencana.

Minggu, 18 April 2010

Deskripsi Kawasan Teknologi Pembelajaran

Deskripsi Kawasan Teknologi Pembelajaran
1. Ranah Rancangan (Design)
Rancangan merupakan proses menspesifikasi kondisi-kondisi untuk belajar. Tujuan rancangan ialah untuk menciptakan strategi dan produk pada level makro, seperti program dan kurikulum, dan pada level mikro, seperti satuan pelajaran dan modul. Ranah rancangan mencakup studi tentang rancangan sistem pembelajaran (Instructional Systems Design) rancangan pesan (Message Design), strategi pembelajaran (Instructional Strategies), dan karakteristik pebelajar (Learner Characteristics).
Rancangan sistem pembelajaran (Instructional Systems Design/ISD) merupakan prosedur yag terorganisir yang mencakup langkah-langkah menganalisis, merancang, mengem-bangkan, melaksanakan dan menilai pembelajaran.
Rancangan pesan mencakup spesifikasi bentuk fisik pesan yang dimaksudkan untuk berkomunikasi antara pengirim dan penerima pesan.
Strategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi dan mengurutkan peristiwa dan kegiatan dalam sebuah pembelajaran.
Karakteristik pebelajar adalah bagian-bagian pengalaman pebelajar yang berpengaruh pada efektivitas proses belajar.
2. Ranah Pengembangan
Ranah pengembangan ialah kawasan produksi media dan kemampuan media dalam menyampaikan juga telah membuat perubahan dalam ranah itu. Ranah pengembangan dapat diorganisasikan menjadi empat kategori: (1) teknologi cetak (yang menjadi dasar kategori lain), (2) teknologi audiovisual, (3) teknologi berbasis komputer, dan (4) teknologi terpadu.
Teknologi cetak adalah cara-cara untuk memproduksi atau menyebarkan materi, seperti buku dan materi visual statis, yang pada umumnya dilakukan melalui proses cetak mekanis atau fotografis.
Teknologi Audiovisual adalah cara untuk memproduksi atau menyebarkan materi dengan menggunakan mesin mekanis dan atau elektronis untuk menyajikan pesan auditori dan visual.
Teknologi berbasis komputer adalah cara untuk menghasilkan atau menyebarkan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang didasarkan pada mikro prosessor.
Teknologi terpadu adalah cara-cara untuk memproduksi dan menyebarkan materi yang mengandung beberapa bentuk media dengan panduan komputer.
3. Ranah Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah tindakan menggunakan proses dan sumber untuk belajar.
Pemanfaatan media (media Utilization) adalah pemanfaatan sumber-sumber belajar secara sistematis. Proses pemanfaatan media merupkan proses pembuatan keputusan yang didasarkan pada spesifikasi rancangan pembelajaran. Misalnya, bagaimana sebuah film diperkenalkan atau “ditindaklanjuti” haruslah berhubungan dengan tipe belajar yang dikehendaki.
Difusi inovasi adalah proses komunikasi melalui strategi yang terencana yang bertujuan untuk memperoleh adopsi. Tujuan utama difusi inovasi ialah membawa perubahan. Tahap pertama dalam proses ini meningkatkan kesadaran melalui diseminasi informasi. Proses itu mencakup tahap-tahap seperti kesadaran, minat, percobaan dan adopsi.
Implementasi dan Institusionalisasi. Implemen-tasi adalah pemanfaatan materi atau strategi pembelajaran dalam lingkungan sesungguhnya (tidak terstimulasi). Institusionalisasi adalah pemanfaatan inovasi pembelajaran secara terus menerus dan rutin dalam struktur dan kultur organisasi. Kedua konsep itu bergantung pada perubahan dalam individu dan perubahan dalam organisasi, tetapi tujuan implementasi ialah untuk menjamin adanya pemanfaatan secara benar oleh individu dalam organisasi. Tujuan institusionalisasi ialah untuk memadukan inovasi dalam struktur dan dalam kehidupan organisasi. Sebagian kegagalan masa lalu dalam proyek teknologi pembelajaran lebih menekankan pentingnya perencanaan untuk perubahan individu dan perubahan organisasi
Kebijakan dan pengaturan adalah kaidah-kaidah dan tindakan masyarakat yang mempengaruhi difusi dan pemanfaatan teknologi pembelajaran. Kebijakan dan aturan biasanya berkaitan dengan isu etis dan isu ekonomis. Keduanya diciptakan baik sebagai hasil tindakan dari luar bidang studi itu.
4. Ranah Pengelolaan
Konsep pengelolaan merupakan kesatuan integral dalam bidang Teknologi Pembelajaran dan dalam peranan yang banyak dimainkan oleh para Teknolog Pembelajaran.
Pengelolaan Proyek. Manajemen proyek melibatkan perencanaan, monitoring, pengontrolan rancangan pembelajaran dan proyek pengembangan.
Pengelolaan sumber (Resoure Management) melibatkan perencanaan, monitoring, dan pengontrolan sistem dukungan sumber daya dan layanannya. Pengelolaan sumber daya merupakan kajian yang kritis sebab pengelolaan ini juga mengontrol akses. Sumber termasuk personalia, anggaran, sarana, waktu, fasilitas, dan sumber pembelajaran.
Pengelolaan sistem penyampaian (delivery system pengelolaan) melibatkan perencanaan, monitoring dan pengontrolan “metode yang digunakan untuk mengorganisasikan distribusi materi pembelajaran (manajemen itu merupakan) paduan media dan metode pemanfaatan yang dilakukan untuk menyajikan informasi pembelajaran pada pebelajar.
Pengelolaan informasi (information management) melibatkan perencanaan, monitoring, pengontrolan penyimpanan, transfer dan pemrosesan informasi untuk memberikan sumber untuk belajar.
5. Ranah Penilaian
Penilaian adalah proses penentuan kesesuaian pebelajar dan belajar. Penilaian dimulai dengan analisis masalah. Analisis masalah merupakan langkah awal yang penting dalam pengembangan dan penilaian pembelajaran. Analisis masalah (problem analysis) melibatkan penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pemerolehan informasi dan strategi pembuatan keputusan. Dalam ranah penilaian dibedakan antara penilaian program, proyek dan produk.

Selasa, 06 April 2010

Perpustakaan dan Lingkungan Sekolah sebagai Sumber Belajar



Menurut Purwanto (2009) kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu pihak banyak memberikan kemudahan bagi manusia, tetapi di lain pihak juga membawa dampak dan permasalahannya sendiri. Ilmu dan teknologi komunikasi dengan segala produknya yang berkembang pesat akhir-akhir ini ikut mempercepat globalisasi dunia. Informasi dengan berbagai bentuknya yang dulu merupakan barang mahal dan susah didapat sekarang dengan mudah dan murah dapat diperoleh. Keadaan ini cenderung terus meningkat di waktu mendatang dan sebagian besar dari kita memang belum siap. Era industrialisasi saja belum sepenuhnya kita masuki, sekarang kita “dipaksa” memasuki era informasi. Mau tidak mau kita menghadapi era perdagangan bebas dan harus bersaing dengan bangsa lain.


Dalam pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dari apa yang terdapat dalam Undang-Undang RI tentang Sisdiknas tersebut jelaslah bahwa sumber belajar, di samping pendidik, mutlak diperlukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran hanya akan berlangsung apabila terdapat interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar dan pendidik.

Dengan kata lain tanpa sumber belajar, maka pembelajaran tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan optimal. Tetapi peran pendidik tetap diperlukan, karena peran pendidik sangat diperlukan dalam memberikan motivasi, arahan, bimbingan, konseling, dan kemudahan (memfasilitasi) bagi berlangsungnya proses belajar dan pembelajaran yang dialami oleh peserta didik dalam keseluruhan proses pembelajaran. Sedang sumber belajar berperan dalam menyediakan berbagai informasi dan pengetahuan yang diperlukan dalam mengembangkan berbagai kompetensi yang diinginkan pada bidang studi atau mata pelajaran yang dipelajari.

Maka dari itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa pembangunan di bidang pendidikan adalah

upaya mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, UU No. 20 Th. 2003:Pasal 3).

Apalagi dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28c ayat 1 dan 2 sudah memberikan hak pada seseorang yang berbunyi bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan kehidupannya.

Oleh sebab itu, peningkatan mutu pendidikan menjadi kewajiban semua pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan. Salah satu usaha dalam peningkatan mutu pendidikan adalah pemanfaatan perpustakaan dan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Karena kegiatan pembelajaran memerlukan interaksi dengan sumber belajar. Agar diperoleh hasil yang maksimal dengan tingkat interaksi yang tinggi, maka proses interaksi perlu dikembangkan secara sistematik.

Pengembangan proses interaksi dengan sumber belajar adalah merupakan suatu aktivitas dalam memanfaatkan sumber belajar. Aktivitas yang tinggi, hendaknya memanfaatkan sumber belajar yang tersedia secara optimal terutama sumber belajar perpustakaan dan lingkungan sekolah. Perpustakaan dan lingkungan sekolah diharapkan dapat menunjang kelancaran proses pembelajaran sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Pencapaian tujuan ini untuk pengembangan pribadi siswa baik dalam mendidik diri sendiri secara berkesinambungan dalam memecahkan segala masalah, mempertinggi sikap social, dan menciptakan masyarakat yang demokratis. Hal tersebut dipertegas oleh Ahmadi (2004:183) yang menyatakan bahwa :

Di sekolah, anak tidak hanya mempelajari pengetahuan dan keterampilan, melainkan juga sikap, nilai-nilai dan norma. Sebagian besar sikap dan nilai-nilai itu dipelajari secara informal melalui situasi formal di kelas dan di sekolah. Melalui contoh pribadi guru, isi cerita buku-buku bacaan, dan norma-norma masyarakat.

Sehingga pemanfaatan keberadaan perpustakaan dan lingkungan di sekolah sangat penting artinya, karena kegiatan pembelajaran di kelas pada umumnya bersifat terbatas dan kurang tuntas bahkan seringkali baru merupakan penggerak bagi perkembangan pembelajaran siswa. Apalagi perpustakaan dan lingkungan ini sumber belajar yang sudah tersedia, maka dari itu tinggal dimanfaatkan saja. Hal tersebut didukung oleh pendapat Wahyudiati (2008) yang mengatakan keberadaan perpustakaan sekolah di suatu sekolah adalah sangat penting. Ibarat tubuh manusia, perpustakaan adalah organ jantung yang bertugas memompa darah ke seluruh tubuh. Bahkan karena sangat pentingnya keberadaan perpustakaan sekolah ini, pemerintah mencanangkan bulan September sebagai bulan gemar membaca dan hari kunjung perpustakaan.

Perpustakaan dan penataan lingkungan sekolah dibangun dengan biaya yang besar. Oleh sebab itu, sayang apabila kedua sumber belajar ini tidak dimanfaatkan dengan baik oleh siswa dan guru untuk pembelajaran. Karena menurut pengamatan dan hemat penulis kadang-kadang guru hanya berperan sebagai satu-satunya sumber belajar yang paling dominan dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini seringkali berakibat menjadikan proses pembelajaran, oleh guru bersifat verbalistis, karena guru sangat dominan menggunakan lambang verbal dalam melaksanakan proses pembelajaran yang umumnya dilakukan melalui penggunaan metode ceramah. Begitu dominannya guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah tersebut, sehingga menyebabkan guru kurang mempunyai waktu untuk memberikan bimbingan dan bantuan dalam rangka memberikan kemudahan bagi pebelajar dalam kegiatan pembelajaran.

Pada hal menurut Sanjaya (2008:137) bahwa :

Dalam pembelajaran sebaiknya menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang. Karena pembelajaran tidak menghendaki pembentukan siswa yang secara intelektual cerdas tanpa diimbangi oleh sikap dan keterampilan. Tetapi yang diharapkan siswa yang cerdas sekaligus siswa yang memiliki sikap positif dan secara motorik terampil, misalnya kemampuan mengamati, kemampuan untuk menemukan, menganalisis, dan mengkomunikasikan hasil penemuannya.

Kasus guru yang hanya verbalistik tadi terjadi karena sumber belajar yang beraneka ragam di sekitar lingkungan sekolah, baik yang didesain maupun non desain belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembelajaran. Ditambah lagi sebagian besar guru kecenderugan dalam pembelajaran memanfaatkan buku teks dan guru sebagai sumber belajar utama. Pernyataan ini diperkuat oleh Parcepal dan Ellington (1984) dalam Karwono (2007), bahwa dari sekian banyaknya sumber belajar hanya buku teks yang banyak dimanfaatkan. Selanjutnya hal senada juga diungkapkan melalui hasil penelitian para dosen IKIP Semarang dalam Karwono (2007) mengenai kebutuhan informasi, yang menyatakan bahwa

banyak sumber belajar diperpustakaan dan lingkungan yang belum dikenal dan belum diketahui penggunaannya. Keadaan ini diperparah pemanfaatan buku sebagai sumber belajar juga masih bergantung pada kehadiran guru, kalau guru tidak hadir maka sumber belajar lain termasuk bukupun tidak dapat dimanfaatkan oleh peserta didik. Oleh karena itu kehadiran guru secara fisik mutlak diperlukan, di sisi lain sebenarnya banyak sumber belajar disekitar kehidupan peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran.

Sebagai mana yang penulis ketahui bahwa para siswa dalam melakukan aktivitas belajar memerlukan adanya dorongan tertentu agar kegiatan belajarnya dapat menghasilkan prestasi belajar yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Untuk dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang maksimal, tentunya perlu diperhatikan berbagai faktor yang membangkitkan para siswa untuk belajar dengan efektif. Salah satu faktor penyebab yang mempengaruhinya adalah pemanfaatan sumber belajar yang bervariasi oleh guru. Oleh karena itu, alternative yang bisa dilakukan, yaitu pemanfaatan perpustakaan dan lingkungan selain buku dan guru itu sendiri.

Karena menurut hemat penulis, perpustakaan dan lingkungan merupakan dua hal penunjang keberhasilan pembelajaran, walaupun itu, tidak secara langsung. Karena berdasarkan pengalaman penulis selama mengajar di Tunas Bangsa yang mana mempunyai program dalam setiap minggu siswa selalu diajak belajar di luar kelas dan mengunjung perpustakaan. Ternyata penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran meningkat. Dan siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap pelajaran tersebut, dalam arti menyukainya. Memang selain perpustakaan dan lingkungan, perlu diingat bahwa kualitas dan aktivitas guru juga turut menjadi penunjang keberhasilan pembelajara, karena dengan kualitas dan aktivitas guru yang baik, maka proses pembelajaran akan terlaksana sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Apalagi sekarang sudah ada Standar Sarana dan Prasarana yang dikembangkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007, yang garis besarnya antara lain :

1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

3. Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia. Standar jumlah peralatan di atas, dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan perpeserta didik.